Pages - Menu

Tuesday, April 3, 2012

2 Hati


 Abis Diputusin teros ngajak balikan?? hhuuumm.. kek gini nih ceritanya. Yuk kita simak bareng-bareng,,, :)




“Aku pengen kita udahan aja Shel..” ucap Danny tiba-tiba, setelah kami berdua terdiam hingga beberapa waktu yang cukup lama. Dua minggu sudah aku didiamkan olehnya, dua minggu sudah aku diam menunggu kabar darinya, dua minggu sudah aku bersabar untuk menerima diamnya. Dan ternyata setelah dua minggu pulalah kata-kata yang sangat tidak aku harapkan itu akhirnya muncul juga dari mulutnya. Sakit memang, bahkan sangat sakit! Apalagi dia adalah cinta pertamaku. Tapi ternyata dia tidak mengharapkanku lagi.
“Maksud kamu Dan?” tanyaku yang tidak rela dengan keputusan yang masih belum ku setujui itu.
“Lebih baik kita udahan aja Shel, kita nggak bisa melanjutkan hubungan ini lagi.”
“Tapi kenapa Dan??” kataku lagi, mulai tidak bisa menahan tangis. Menyeruaklah tangisan itu akhirnya. Membuat perkataanku terasa tidak jelas untuk didengarkan. Dan bahkan aku sendiri saja sulit untuk mengucapkan kalimat itu.
“Kamu tau sendiri, hubungan kita ini nggak jelas. Meskipun oranglain mengetahui hubungan kita, tapi orangtua kamu nggak! Dan coba kamu bayangkan kalau kita terus-terusan seperti ini, udah empat tahun, apa yang akan terjadi?? Nggak ada masa depannya Shel!!” terang Danny, membuatku tertunduk mendengar kalimat demi kalimat yang ia lontarkan dengan tegasnya itu.
Mungkin Danny benar, hubungan yang nggak jelas seperti ini mungkin nggak ada masa depannya. Tapi, tidakkah ia berusaha untuk bersabar sedikit saja dengan hubungan ini???
“Tidakkah kamu sedikit saja ingin merubah keputusan itu?” tanyaku berharap akan ada sedikit saja harapan untukku.
“Keputusan aku udah bulat.” Ucapnya kekeh.
“Baik, kalau itu yang kamu inginkan.” Ucapku pasrah, setelah berusaha mengatur nafas yang sempat terasa sesak beberapa lama tadi. “terima kasih.” Lanjutku berusaha tegar lalu pergi meninggalkan nya sendiri di depan kelas yang memang sudah sepi itu dengan deraian air mataku yang sudah tak bisa dibendung lagi.
Langkahku mungkin memang cukup berat untuk meninggalkannya disana. Tapi aku harus. Aku tidak mau membuatnya semakin membenciku, karena aku tidak akan pernah membenci dia. Tidak akan. Meskipun ia telah membuat hatiku hancur saat ini.
***
Tiga tahun kemudian,
Aku berjalan menyusuri jalanan kampus menuju taman kota, sengaja berjalan kaki untuk menikmati udara pagi yang lembut ini. Karena kebetulan hari ini adalah hari minggu, hari libur sekolah, hari libur kuliah sekaligus hari libur kerja. Waktunya berolahraga. Alun-alun itu cukup ramai. Dan.. ini adalah hari pertamaku selama kuliah  mengisi hari libur mingguku dengan berolahraga ke taman kota. Tidak begitu jauh dari kampus sekaligus kontrakanku. Tidak lebih dari 1km.
“Hai …” sapa seorang laki-laki yang baru ku ketahui kalau dia adalah Dimas, kakak kelas ku dikampus. Kami memang tidak pernah ngobrol satu sama lain. Hanya sering bertemu dan melempar senyum saja. Tapi kali ini, entah kenapa tiba-tiba ia menyapaku.
“Hai..” balasku lembut dan membalas senyuman yang tadi sempat mengembang dibibirnya.
“Sering ngabisin weekend disini ya?” tanyanya mulai mengakrabkan diri.
“Ahh.. tidak.. ini baru pertama kalinya aku kesini, ternyata rame banged ya..” jawabku, heran serambi menikmati pemandangan disekitarku.
Maklum saja. Selama kuliah aku tidak pernah menghabiskan weekend diluar. Paling mentok ya kepasar belanja kebutuhan untuk satu minggu kedepan.    “Kalo masnya sendiri pasti sering ya kesini?” tanyaku balik.
“Iyaa… hampir tiap minggu aku kesini, biasanya sih bareng temen, cuman mereka pada sibuk jalan sama pacar baru, aku sampai heran, bisa-bisanya mereka itu jadian bareng-bareng.” Terangnya sambil tertawa kecil mengingat para sahabatnya itu.
“Wahh lucu juga ya mas jadiannya bareng-bareng.” Sahutku sambil ikut tertawa. “masnya sendiri kok gak bareng pacar juga?” tanyaku selanjutnya.
“Ahh… nggakk lah…”
“Kok nggak lah?”
“Gak ada yang mau sama aku. haha..” lanjutnya, lagi-lagi tawa riang mencuat dari mulutnya.
“Ahh … aku tidak percaya.. no..no..no. hehe..” percakapan kamipun berlanjut, dan tanpa kami sadari pertemuan itu akhirnya membuat kami lebih akrab. Bahkan ia berniat mengantarku pulang ke kontrakan ya.. meskipun hanya berjalan kaki saja. Setidaknya aku tidak bengong sendiri dijalan karena ada yang menemani ngobrol.
“Lochh…. Itu kontrakan kamu?” tanya Dimas sambil menunjuk kearah kontrakan ku begitu kami berdua sampai dihadapan kontrakan itu.
“Iya.. memangnya kenapa mas? Kok heran gitu?” tanyaku sambil mengernyitkan alis kiriku karena heran melihat ekspresi wajah yang di gambarkan oleh Dimas.
“Astagaa…. Nggak nyangka kita tetanggaan ya… tapi kok rasanya aku gak pernah ngeliat kamu ya disekitar sini? Apa kamu baru tinggal dikontrakan ini?” tanyanya semakin heran.
“Nggak kok, maksudnya gimana Mas?” tanyaku bingung.
“Ya… ini kontrakan kamu, sementara rumah cat biru terang itu kontrakanku.” Terangnya sambil menunjuk ke arah rumah yang berada persis disamping kiri kontrakanku.
“Jadi…??”
Kamipun tertawa bersama karena ternyata sudah hampir 3 tahun menempati rumah ini, kami tidak menyadari kalau ternyata kami adalah tetangga. Percakapanpun berlanjut dan berakhir setelah Dimas berpamitan karena ada sesuatu hal yang mengharuskannya pergi.
***
Malam ini terasa begitu gerah. Bahkan gerah sekali. Ac kamar yang kebetulan saat itu sedang mati membuat suasana menjadi lebih panas. Akhirnya aku memutuskan untuk membuka jendela kamar, menikmati udara malam yang mampu memberikan kesegaran alami dalam tubuhku.
Semilir angin malam mulai kurasakan. Mempermainkan rambutku dan membuatnya yang saat itu sedang terurai melambai-lambai tersibak perlahan. Kupejamkan kedua mataku untuk lebih merasakan kesegaran itu.
“Hai..” sapa seseorang membuatku berfikir sejenak. Mana mungkin ada suara laki-laki di kontrakanku. Bukankah sudah jelas kontrakan ini hanya berpenghuni wanita-wanita cantik saja. Termasuk aku. hihihi… akupun terbelalak setelah berfikir beberapa saat. Kaget sungguh kurasakan, karena suara itu bukanlah berasal dari dalam kontrakanku, melainkan suara lelaki dari kontrakan sebelah.
“Mas Dimas??” sahutku kaget. Aku yakin ia pasti menyaksikanku tadi. Malu tapi… tidak ah…
“Ternyata kamar kamu disebelah sini?” tanyanya dengan senyum manis yang selalu mengembang di mulutnya ketika kami sedang mengobrol.
“Iya.. mas sendiri? Itu ….”
“Iyaa.. ini kamarku.” Sahutnya melanjutkan kalimatku seolah ia tau apa yang ingin aku tanyakan padanya. “ternyata selain kita tetangga kontrakan, kita juga tetangga kamar ya. hehehe.” Lagi-lagi.. kami berdua tertawa.
Kamar kami memang bersebelahan. Hanya dipisahkan oleh pagar yang tingginya tidak sampai ke lantai dua. Kebetulan kamarku berada dilantai dua. Dan jarak antara kamarku dan kamar Mas Dimas pun hanya beberapa meter. Sekitar tiga meter saja. Makanya tanpa berteriak pun kami masih bisa mengobrol dengan santai disana.
***
Percakapan ku dan Mas Dimas ternyata membuat kami semakin dekat saja. Setiap kali aku ngbobrol dengannya aku merasa nyambung dan bahagia. Dan aku pikir lelaki itupun juga merasakan hal yang sama seperti apa yang kurasakan.
Telepon berdering dari handphoneku. Segera kuraihnya yang saat itu tergeletak begitu saja diatas meja kecil didekat pintu.
“Assalamualaikum… siapa ya?” tanyaku begitu menyadari nomor baru yang sedang menelponku.
“Waalaikumsalam..” sahut lelaki yang menelponku.
Tanpa ia menyebut nama pun aku sudah hafal dengan suara itu. suara itu sudah tidak asing lagi ditelingaku. Danny, ya.. meskipun sudah hampir empat tahun aku tidak mendengarnya. Kabar terakhir yang aku dapat, ia sedang menjalin hubungan dengan teman sahabatku.
“Danny??”
“Apa kabar Shel?” tanyanya mengakrab.
Akupun menjawab pertanyaan itu sekaligus balik bertanya kabar padanya. aku heran selama kami putus empat tahun lalu ia tak pernah menelponku samasekali, tapi hari ini. Ia mulai mengakrabkan diri padaku. Mengajak ngobrol, menanyakan ini itu. dan satu lagi, ia mengajakku ketemu.
“Boleh, hari senin jam 7 malam di Campus Resto.”
Percakapan kamipun berakhir setelah perjanjian itu kami buat. Heran sekali rasanya mendengar kabar bahwa Danny akan menemuiku. Ada apa ini? Ahhh.. entahlah. Pria yang aneh.
***
Tak kusangka senin pun datang dengan sejuta misterinya. Sepuluh menit berlalu, akhirnya Danny datang.
“Maaf lama menunggu, ada kecelakaan kecil tadi.”
“Apa? Kecelakaan?? Tapi kamu nggak papa kan Dan?? Gak ada yang luka kan?” tanyaku panik. Sementara kedua mataku memeriksa detail demi detail tubuh Danny kalau kalau ada sesuatu luka disana. Untungnya hanya luka lebam saja yang kutemui dibagian tangan kanannya. Mungkin ia heran kenapa aku jadi terlihat panik saat itu. ya… karena aku masih peduli padanya.
Kamipun mulai mengobrol. Meskipun percakapan kami mungkin tak seakrab dulu, tapi setidaknya kami tidak terlihat begitu canggung saat mengobrol.
 “Shella..” sapa mas Dimas yang saat itu ternyata sedang berada di CR juga bersama beberapa sahabatnya.
“Hai mas… sama siapa?” tanyaku padanya.
“Bareng temen-temen.” Jawabnya sambil melirik kearah teman-temannya yang sedang berkumpul dimeja sebelah kanan tidak jauh dari tempatku dan Danny duduk.
“Siapa Shel?” tanyanya begitu menyadari ada Dimas disana.
“O iya kenalin, ini Dimas….”
“Pacar Shella.” Serobot Dimas tanpa meminta persetujuan dariku terlebih dahulu. Aku pun tertegun mendengar kalimat pendek itu. rasanya tidak mungkin Dimas mengucapkan kalimat itu dihadapan Danny, lelaki yang baru saja ia kenal. Atau bahkan belum dikenal sebelumnya. Sementara aku sendiri tidak mampu berkata apa-apa.
Setelah kalimat pendek yang tidak hanya membuatku tertegun sekaligus Danny. Ia pun akhirnya berlalu bersama teman-temannya.
“Jadi itu pacar kamu?” tanya Danny yang masih tidak mempercayai kalimat tadi. Sementara aku tidak menjawabnya sama sekali. Hingga akhirnya kalimat yang lebih aneh muncul dari mulutnya.
“Putusin dia Shel!”
“Maksud kamu apa Dan??”
“Ya putusin dia!”
“Permintaan kamu sungguh tak beralasan!” kejengkelanku pun akhirnya muncul begitu mendengar kalimat aneh itu.
“Karena aku cinta sama kamu!! Aku pengen kita jadian lagi!” lanjutnya.
“Apa?!!!! Jadian?? Tidak tidak… egois sekali kamu! selama ini aku baik sama kamu, aku peduli sama kamu, aku .. bukan berarti aku mau balikan sama kamu lagi Dan.”
“Tapi aku masih cinta sama kamu Shel. Aku nggak bisa lupain kamu.”
“Dua minggu saja kamu bisa bilang putus, kenapa empat tahun yang lebih lama ini tak bisa membuatmu membenciku?!! Maaf jika aku harus mengungkit-ungkit masa lalu itu.” tagasku.
“Dulu aku memang bodoh, tidak menjagamu dengan baik, menyia-nyiakanmu begitu saja, tapi sekarng aku sadar, bahwa tak ada wanita lain sepertimu. Yang bisa mengerti aku dengan segala kekuranganku.”
“Tapi maaf Dan,  tak ada lagi ruang dihatiku untuk menerima cintamu lagi. Cukup sekali ia tersakiti. Kalaupun suatu saat nanti mungkin hatiku harus tersakiti lagi, tapi setidaknya orang itu bukanlah orang yang sama.”  Terangku dan langsung beranjak pergi meninggalkan Danny.
***
Kejadian itu sangat menyakitkanku. Siapa dia? Bernai-beraninya ia menyuruhku putus dengan mas Dimas. Meskipun aku dan Dimas bukanlah sepasang kekasih, setidaknya aku berterimakasih dengan kalimat Dimas yang mengakui ku sebagai kekasihnya dihadapan Danny. Karena dengan begitu aku bisa tau betapa egoisnya lelaki itu. meskipun aku tetap tidak bisa membencinya.
Pagi ini aku sangat malas pergi kekampus. Dimas yang selama ini berbaik hati mengajakku berangkat bersama tidak kuijinkan untuk melakukan hal itu. aku ingin tenang, setidaknya tenang untuk beberapa waktu saja. Kampus masih sepi, jadwal pagi yang seharusnya ada kuliah terpaksa dikosongkan karena dosennya sedang ada rapat di kantor pusat. Begitulah resikonya di ajar sama pembantu dekan 1, harus sering-sering absen mengajar.
Aku duduk dibawah pohon akasia yang tumbuh disepanjang jalan menuju kampusku. Kebetulan tempat itu menjadi tempat favorit para mahasiswa untuk sekedar duduk beristirahat sambil menunggu dosen datang.
“Hai Shel..” sapa Dimas tak sesemangat biasanya.
“Hai.. Mas..” sahutku dan mengumbar senyuman kecut. Dimas yang mengetahui sikapku pun akhirnya ikut duduk disampingku.
“Maafin sikapku kemarin malem ya..” ucapnya memelas. “aku nggak bermaksud untuk …”
“Nggak papa mas,” serobotku. “aku justru berterima kasih. Karena dengan begitu aku bisa tau betapa egoisnya lelaki yang berada di hadapanku saat itu.” Lanjutku membuat Dimas sedikit kebigungan mengartikan ucapanku.
Aku memang marah dengan lelaki yang saat ini duduk disampingku, tapi aku lebih marah dengan lelaki yang duduk dihadapanku kemaren malam.
“Maksud kamu Shel?” tanya Dimas masih tidak paham. Akupun menceritakan semua kejadian yang kualami dengan lelaki itu. mulai dari sikap diamku, hubungan kami dulu sampai berakhir pada kisah semalam.
“Jadi dia mantan kamu?” tanyanya meyakinkan. “sebenarnya  mengatakan itu bukan karena tanpa alasan Shel.” Ucap Dimas. “Jujur saja, sejak pertama kali aku ketemu kamu, awalnya aku hanya ingin kita berteman saja, karena aku pikir kamu adalah wanita yang baik yang bisa diajak berteman. Tapi setelah kita benar-benar berteman, ternyata perasaanku meminta lebih, lebih dari sekedar teman. dan mungkin karena desakan rasa itulah aku mampu mengatakan hal gila itu dihadapan mantan kekasih kamu itu.” terangnya dan menghela nafas panjang. “jadi intinya, aku suka kamu Shel.” Lanjutnya angkat pengakuan.
“Gleghh!!!!!”
Dadaku tiba-tiba terasa berhenti sejenak, namun kemudian kembali berdetak, dan detakan yang kurasakan semakin kencang saja, tak seperti sebelumnya. Seperti sedang berlari dikejar anjing galak. Cepat sekali.
***
Seminggu kemudian,
Seminggu sudah aku dibingungkan dnegan perasaanku. Perasaanku terhadap Dimas. Ya… aku memang mencintainya, tapi aku takut. Aku takut tersakiti lagi. Tapi aku juga sadar bahwa semua hal yang akan terjadi tidak selalu menyakiti. Dan hari ini aku memutuskan untuk menemui lelaki itu. aku ingin mengatakan betapa aku pun juga sangat mencintainya. Ya.. aku memang mencintainya dari awal bertemu dengannya aku sudah bisa menebak bahwa hatiku telah tertambat padanya. meskipun dulu aku tidak akan menyangka kalau ternyata lelaki yang diam-diam aku suka itu akan menjadi dekat denganku seperti saat ini, saat aku memang sedang merindukan sosok pria sepertinya.
“Jadi… bener nih kamu mau jadi pacar aku?” tanyanya denagn senyum manis malu-malu yang terlukis jelas dibibirnya.
“Emangnya aku keliatan bo`ong ya?” kataku tak menjawab.
“Baiklah… berati… kita dah pacaran nih??” tanyanya lagi menggodaku.
“Nggak tau ya apa…” ucapku sambil berpura-pura berfikir, namun kemudian kami berdua tertawa bersama. Seperti dua orang yang sedang jatuh cinta, upss… bukankah kami berdua memang sedang jatuh cinta? Hehe.


29/12/2011, 10.08 AM

8 comments:

  1. cinta-cinta...nek ajarin cucu jatuh cinta nek,gimana sih rasanya?soalnya kemaren-maren cucu bangun cinta,bukan jatuh cinta...wkwkwkwkwkwk

    ReplyDelete
  2. eehh si cucu' bisa nyampe dimare.. wkkwkwkw... apalahh jangan jato cinta... enakan bangon ajaa... huehuehueeee.e..e.ee.e...

    ReplyDelete
  3. Ya nek,cucu bangun cinta aja...kalau jatuh sakit soalnya....wkwkwkwkwk

    ReplyDelete
  4. nahh gt.. bagoss.. sinih kaseh jempol dua.. kurang?? ntr pinjemin jempol tetangga.. :D :D

    ReplyDelete
  5. wah bagus nie... somua artikelnya cinta..
    oea dtang ke blog qw si ipud

    http://memories-iam.blogspot.com/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waahh makasii sudah berkunjung... ^_^

      Mungkin pas kebetulan lagi ngerasain cinta [yang semu]haha.. :D

      Delete
  6. Fiksi atau fakta, Pud? Kasihan jika beneran pernah dikacangin Danny, hehe.
    Setidaknya ada pelipur lara. Tapi nama namanya harus D juga?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jujur sih kalo sama Dani pernah, tapi sampe sekarang Dimasnya belom muncul juga. wkwkkwk
      Jadi di mix aja deh Fiksi sama fakta. hahaha.
      eh baru nyadar lo kalo itu sm2 'D'. :D

      Delete